PEJABAT
negara, entah dia presiden, menteri, gubernur, bupati, wali kota atau
wali kota yang ngotot meminta rumah dinas, pantas malu dengan
pencetus strategi membangun parit pada Perang Khandak, Salman
Alfarisi.
Sebab,
sebagai amir/gubernur Madain, tiadalah sahabat mulia dari tanah
Persia ini memiliki rumah dinas. Ia sebenarnya memang punya “rumah
dinas”. Hebatnya pula ia minta seorang arsitek membikin denah-denah
rumahnya. Kita simak bagaimana rupa rumah dinas itu. Rumah dinas
kepunyaan Salman adalah jika Salman berdiri, kepalanya akan menyentuh
langit-langit rumah. Dan, jika Salman tidur, kakinya pasti terantuk
pada dindingnya.
Kesederhanaan
Salman juga tecermin dari perangkat piring dan baskom sebagai wadah
minum dan wudunya. Tidak lebih tidak kurang. Oh ya masih ada satu
lagi, Salman memiliki seikat kesturi saat pembebasan Jalula dulu.
Nanti, saat Salman sakit dan menjelang ajal, ia meminta istrinya
menaburi kesturi dalam air untuk dipercikkan di sekitar tempat tidur
sahabat yang mulia itu.
Salman
juga bukan tipikal pemimpin yang minta dilayani. Pernah seorang
sahabat bersilaturahmi ke rumah Salman. Ia mendapati Sang Gubernur
tengah sibuk menggodok tepung untuk makanan. Kata sang tamu, “Ke mana
pelayanmu.”
Salman menjawab, “Dia sedang kusuruh sesuatu. Tidak mungkin kan dia mengerjakan dua pekerjaan sekaligus.”
Jabatan
dalam filosofi hidup Salman bukanlah keberkahan. Salman amat tidak
menyenangi jabatannya sebagai amir. Namun, bukan berarti dia tidak
bekerja secara maksimal sebagai seorang amir.
Sikap
itu hanya menunjukkan kalau Salman bukanlah orang yang punya tabiat
rakus jabatan. Pernah dia ditanya kenapa tidak menyukai jabatan
sebagai amir. Salman lantas menjawab, “Jabatan itu manis saat
dipegang, tetapi pahit saat dilepaskan.” n R-
|
0 komentar:
Posting Komentar