Datu Aca adalah seorang kepala desa. Ia tinggal di Tundung di sebelah
timur Desa Sukadana. Datu Aca memiliki ladang di Gunung Sawia. Di ladang
itu ia menanam perenggi, sonda-sonda, semangka, jagung, dan ketela.
Bila masa berbuah tiba, Datu Aca akan membuat pondok di ladang itu. Ia
lalu akan bermalam di pondok itu menunggui tanam-tanamannya.
Suatu malam, saat tengah bermalam di pondok di ladangnya, Datu
Aca buang air kecil. Air seninya jatuh dalam tempurung kelapa. Air itu
lalu diminum oleh Ratu Tikus. Usai meminum itu, tikus itu seketika
hamil. Ia lalu melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik.
Ketika anak tikus itu berumur enam tahun, Datu Aca melihatnya
di ladang bersama ibunya. Datu Aca menangkap anak itu, lalu dibawanya
pulang. Dirawatnya penuh kasih sayang. Setiap malam, tanpa diketahui
oleh Datu Aca, Ratu Tikus selalu menemui anak itu.
Anak itu tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik. Datu
Aca lalu memperistrinya. Setelah beberapa lama ia pun hamil, lalu
melahirkan seorang bayi perempuan. Bila Datu Aca sudah pergi ke ladang,
Ratu Tikus selalu datang mengunjungi anak itu.
Suatu hari, istri Datu Aca pergi ke sungai untuk mengambil air
dan mencuci pakaian. Datu Aca menunggui anaknya yang tengah tidur lelap
dalam ayunan. Tak lama Ratu Tikus datang dan segera menghampiri
cucunya. Melihat tikus itu, Datu Aca cepat mengambil sepotong kayu.
Dipukulnya tikus itu hingga mati. Istri Datu Aca mengetahui ibunya mati
diam saja, karena ia tidak ingin ada yang mengetahui kalau ibunya seekor
tikus.
Datu Aca lalu membuang bangkai Ratu Tikus di jurang Tundung.
Dengan alasan akan mencuci pakaian di sungai, istrinya selalu pergi ke
sana mengunjungi bangkai tikus itu. Di sana, ia akan menangis penuh
kesedihan. Ratapnya, “Jika manusia mati, suasana pun ramai! Alu
berdentang-dentang! Namun saat ibuku yang seekor tikus mati, keadaan
amat sunyi!”
Datu Aca sangat heran melihat istrinya selalu berlama-lama
berada di sungai dan selalu pulang dengan mata sembab seperti habis
menangis. Ia pun mengikutinya ketika ia kembali ke sungai. Istrinya
pergi ke jurang Tundung. Lalu ratapnya, “Jika manusia mati, suasana pun
ramai! Alu berdentang-dentang! Namun saat ibuku yang seekor tikus mati,
keadaan amat sunyi!”
Datu Aca menghampiri. Istrinya sangat terkejut. Datu Aca lalu
meminta istrinya untuk berterus terang. Terisak-isak istrinya bercerita,
bahwa tikus yang telah dibunuh Datu Aca adalah ibunya. Ucap Datu Aca
setelah itu, “Sudah, jangan bersedih lagi. Sekarang mari kita urus mayat
ibumu ini dengan sebaik-baiknya. Kita juga akan mengadakan selamatan
untuknya.”
Datu Aca lalu mengubur Ratu Tikus seperti seorang manusia,
lalu mengadakan selamatan kematiannya. Kini di Lombok, bila seseorang
membunuh seekor tikus di ladangnya, ia akan mengunjungi makam Ratu Tikus
dan makam Datu Aca di jurang Tundung dengan membawa bubur lima macam,
nasi bembam, apem, gula kelapa, dan ketupat, lalu mengambil air dari
makam Ratu Tikus untuk membuat bubur padi di ladang yang baru dimakan
tikus. Dengan melakukan itu, orang percaya ladang itu tak akan diganggu
tikus lagi.
Jumat, 29 Maret 2013
Datu Aca dan Ratu Tikus
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar