Akhir-akhir ini sepertinya keren untuk berbicara soal latihan atau
memperbaiki diri selajur dengan konflik – kita sering dengar bagaimana
kita harus berlatih dengan pintar, bukan keras; untuk menyatukan
langkah kita, bekerja di dalam limitasi kita; untuk menekankan
prinsip-prinsip ilmu pengetahuan olahraga. Dan dari sudut pandang fisik
dan raga, sering kali nasihat ini sangatlah baik untuk diikuti.
Tapi di latihan parkour ada juga perang lain yang berjalan: perang
Pisikiological (pikiran dan jiwa) yang datang dengan setiap loncatan
atau gerakan yang kita belum kuasai. Setiap kali rasa takut akan
kegagalan atau kejatuhan memberi pandangan gelapnya kepada kita
menyuruh kita untuk menyerah, pulang, coba lagi di hari lain, memberi
alasan untuk menerima kekalahan. Musuh ini, tentunya, adalah diri kita
sendiri, memperlihatkan dirinya melalui tantangan dari rintangan yang
kita temui di latihan kita. Dan musuh ini tidak bisa dikalahkan dengan
sekedar bermain pintar, atau bekerja dalam limit kita. Dia harus
ditantang muka ke muka, ditantang dengan insting binatang dan bertarung
sampai dia, atau anda, yang kalah.
Disinilah dimana kita membutuhkan “Gertakan” ala kuno. Disini
jugalah dimana bagian dari latihan kita tidak dapat diatur dengan
mudah. Menjadi kuat, atau fit, atau belajar untuk bergerak dengan baik,
sebenarnya ini bukan proses yang tidak sesulit itu: Lakukan latihan
yang benar terus menerus dan pasti anda akan melihat hasilnya.
Sederhana.
Mengatasi Pikiran itu, bagaimanapun, adalah apa saja kecuali.
Sangatlah tak mungkin untuk meramal apa yang seseorang akan perbuat
di sebuah tantangan yang diberikan dari dirinya sendiri di situasi ini
– apakah mereka akan diselimuti rasa takut, atau akankah mereka bangkit
dan mengalahkannya? Apakah mereka akan memperlihatkan kekuatan tekad
yang dibutuhkan untuk melewati kesusahan tersebut, atau mencari jalan
yang lebih gampang? Tapi sebenarnya sampai kita benar-benar dihadapi
dengan pertarungan tersebut, kita tak akan tahu bagaimana kita akan
bertingkah. Juga tak akan ada orang lain yang tahu bagaimana seorang
akan bergerak di situasi yang sama: sering kali kita melihat para
praktisi berprestasi di tempat latihan yang aman, mungkin di latihan
gym, tapi hanya bisa berjalan pergi sewaktu diberi gerakan yang sama,
tapi di tempat yang kelihatan lebih tinggi resikonya.
Pikiran kita adalah musuh yang terlicin, licik, dan tak kenal henti.
Dia akan mengunakan segala macam cara untuk mendorong kita untuk
menyerah di dalam perang. “Kamu sudah capek”, dia berbisik. Atau
mungkin, “Masih basah sedikit bekas sisa hujan, mendingan disisain
untuk hari lain.” ”Jangan terlalu mendorong diri, kamu nanti celaka”,
Dia akan mengikatkan, dan akhirnya memastikan anda,”Kamu masih bisa
kembali besok. Cukuplah untuk hari ini.” Dengarkanlah bisikan ini
setiap kalinya, dan dengan cepat dia akan memadamkan api di dalam diri
anda sampai habis: dan suatu hari sewaktu anda ingin melakukan loncatan
tersebut, and menemukan diri anda tak bisa memunculkan kekuatan yang
dibutuhkan.
Jadi bagaimana cara kita mencegah hal ini? Dengan tidak mendengarkan
suaranya – paling tidak sebisanya. Anda harus bergumul dengan
peperangan di dalam diri ini dan menang lebih sering dari pada anda
kalah. Jadi dengarkanlah apa yang suara itu harus bilang (siapa tahu,
sekali dua kali suara itu memang benar), dengarkan peringatan dan
nasihatnya – lalu letakan di bagian bawah lembar halaman, suruh dia
untuk diam dan kembalilah untuk mengalahkan rintangan yang ada di depan
anda.
Ada berjuta cara bertarung di peperangan ini – saya tak akan bilang
”untuk menang” karena ini bukanlah sesuatu yang bisa dimenangkan secara
mutlak – Saya sudah melihat lain orang mengunakan strategi yang
berbeda-beda: Membayangkan teknik-teknik, menganggu diri sediri(untuk
melupakan rasa takut), mengunakan mantra, musik… tapi pada setiap cara,
masing – masing mereka pada suatu saat akan melangkah maju dengan
tatapan penuh tekad, siaga, penuh kepastian: dan meloncat. Itulah yang
disebut “gertakan”; dimana kemauan, tekad mengambil alih – waktu dimana
kita menguasai jiwa-raga dengan sepenuhnya. Karena walaupun segala
sesuatu yang ada di dalam pikiran mereka berteriak untuk turun, untuk
mengunakan sense, untuk tetap bermain aman, tapi tetap mereka dapat
mengendalikan semua yang ada di pikiran mereka, menyingkirkannya, dan
menyelesaikan loncatan tersebut. Mereka memiliki kendali yang penuh
atas diri mereka sendiri, dan bukan rasa takut atau bagian dari “monyet
gila” yang ada di pikiran mereka. Sangatlah hebat untuk melihat
seseorang yang dapat mencapai posisi berpikir itu, dan lebih baik lagi
bagi anda untuk merasakannya sendiri.
Dan sewaktu itu terjadi, pertarungan tersebut telah dimenangkan.
Tapi peperangan ini akan terus berlanjut. Perang ini tidak mempunyai
akhir. Karena musuhnya tak kenal lelah, tak punya belas kasihan, dan
tak pernah insyaf. Dia akan terus menunggu di medan perang setiap kali
kita melangkah, dengan tangan terlipat dan senyuman akrab. Dia sudah
melihat kita sebelumnya, dia sangat mengenal kita – mungkin lebih baik
dari siapapun di hidup kita – dan dia sangat tahu cara-cara untuk
mematahkan kita. Dan sebaliknya, kita juga mengenal dia, dan kita tahu
tantangan apa yang akan dia berikan di setiap panggilan perang.
Medan perang yang imbang: kita hanya butuh bermain di luar kulit kita sendiri.
Minggu, 06 Mei 2012
War
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar